REVIEW NOVEL THE DEATH CURE (#3 OF MAZE RUNNER TRILOGY)
Palembang, 10 November 2016
Hai, November. Bulan ketika hujan dirindukan. Terutama akhir-akhir ini.
The Death Cure, novel yang ditulis oleh James Dashner ini merupakan bacaan ke 14 saya di tahun 2015. Setelah film kedua serial Maze Runner muncul bulan Oktober kemarin (The Scorch Trials), saya langsung kepengin baca buku ketiga dari trilogi ini.
Baca review saya: Review The Scorch Trials (Book 2 of The Maze Runner)
Sebagai novel pamungkas dari trilogi The Maze Runner, James Dashner seolah mati-matian mengerahkan keahliannya membingkai cerita dengan rasa full adventure di novel ini. Saya pernah menyebut kalau The Maze Runner Series merupakan novel pentalogi, ternyata keliru. Yang benar trilogi. Dua novel yang keluar setelah buku ketiga (The Death Cure) merupakan prekuel dari The Maze Runner Series.
Kalau kamu mengikuti cerita Thomas dkk dari awal, tentu sudah paham konflik besar dari trilogi ini. Namun, kalau kamu belum begitu mengikuti, saya tidak keberatan untuk menjelaskan sedikit.
Buku pertama bercerita tentang tokoh Thomas, Minho, Newt, dkk yang terjebak dalam sebuah tempat (Glade) dikelilingin oleh labirin (Maze). Mereka harus berjuang untuk keluar dari sana hidup-hidup dan mencari tahu kenapa mereka kehilangan memori dan kenapa seseorang menempatkan mereka di tempat itu selama nyaris 3 tahun. Setelah selamat, akhirnya mereka tahu bahwasannya mereka adalah subyek penelitian yang dijadikan percobaan untuk mencari tahu dan menemukan obat penyakit Flare. penyakit yang menyerang otak manusia. Penyakit ini muncul akibat badai matahari beberapa tahun sebelumnya. Dan mereka menjadi subyek untuk menemukan daerah pemulihan di otak mereka yang akhirnya digunakan untuk melengkapi cetak-biru dalam rangka menemukan obat tsb.
Buku kedua, The Scorch Trials bercerita tentang perjalanan Thomas dkk di tempat kedua setelah Maze. Di Scorch, mereka harus menjalani tes fisik. Menghadapi Crank (manusia gila yang telah terinfeksi Flare) dan berhadapan dengan cuaca yang sangat buruk. Semua tes tersebut dirancang oleh perusahaan bernama WICKED.
Berlanjut ke buku ketiga, The Death Cure, seakan tak ada habisnya, Thomas dkk masih harus menjalani tes lain. Serangkaian percobaan yang diterapkan pada mereka pada akhirnya membuat mereka berpikir bahwa WICKED adalah musuh bersama. Dan mereka harus terlepas dari WICKED.
Saya rasa ber-spoiler di sini tidak akan mengurangi nilai novel yang sedang saya review. Kamu tidak akan terpengaruh hanya karena beberapa baris spoiler kan? Karena cerita yang utuh tidak akan pernah bisa diringkas.
The Death Cure dibuka dengan aksi kabur oleh para subyek, yakni Thomas dkk. Thomas, Minho, dan Newt sendiri baru lolos setelah Teresa dkk kabur lebih dulu. Awalnya Thomas dan Teresa berada dalam satu tim, tapi terpisah lantaran Thomas, Newt, dan Minho memilih untuk tidak menerima memori lama mereka, sementara Teresa dkk sebaliknya.
Lolos dari markas WICKED dibantu Jorge dan Brenda, Thomas, Minho, dan Newt bersama-sama pergi ke Denver, sebuah kota aman yang menerima manusia Kebal seperti mereka, dengan menaiki Berg. Manusia Kebal yang dimaksud adalah orang-orang yang kebal terhadap virus Flare. Cerita selengkapnya bisa kamu baca sendiri. *peace*
Mari bicara soal apa yang ingin diketahui orang dari buku terakhir suatu trilogi. Khususnya The Death Cure.
Buku ketiga biasanya menjawab pertanyaan yang muncul dari buku sebelumnya. Pertanyaan yang muncul adalah siapa WICKED, siapa Ava Paige, siapa Rat Man, dan siapa sebenarnya Thomas?
James Dashner memang punya cara unik dalam menyembunyikan informasi. Dan itu membuat saya amat penasaran. Atau mungkin lelucon yang bilang, “Bahkan penulis sendiri tidak tahu informasi yang dia sembunyikan dari pembaca.” Alias, penulis sengaja tidak menyertakan semua informasinya karena memang dia tidak mau berpusing-pusing dengan detail yang lebih rumit lagi. Atau kemungkinan lainnya, itu memang gaya menulis seorang James Dashner.
Seperti di Allegiant, di novel ini terjadi beberapa kematian mengejutkan. Bersiap-siaplah untuk merasa kehilangan, bagi penggemar tokoh cowok tersebut. Sementara kematian lain, adalah tokoh cewek.
Novel ini sebenarnya menonjolkan sisi persahabatan yang dituangkan dalam petualangan menegangkan. James Dashner sangat sukses membangun chemistry antara Thomas, Minho, dan Newt di novel ini. Di antara merekalah cerita persahabatan itu muncul. Namun, sayangnya James Dashner seperti kesulitan menempatkan tokoh lain seperti Teresa, Aris, Frypan, Gally, dll. Ada semacam usaha untuk menonjolkan Teresa, misalnya. Namun yang terjadi menurut saya tokoh tersebut tidak benar-benar hidup. Kalaupun dihilangkan dari awalpun agaknya tidak begitu berpengaruh (ups, saya keterlaluan).
Kalau ditanya apakah puas dengan buku ketiga, saya hanya bisa menjawab dengan bintang 3 dari 5. Terlalu banyak pertanyaan yang belum dijawab. Seandainya ada Veronica Roth di antara pembicaraan ini, dia akan bilang, “Pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab harus dijawab.”
Baca Review Novel #4 Seri The Maze Runner: The Kill Order
Penggemar novel distopia dan adventure sangat saya rekomendasikan baca novel ini. Biar tidak susah memahami, akan lebih baik kalau baca buku sebelumnya, atau seenggaknya nonton filmnya dulu. Novel ini sangat bagus buat yang pengin belajar menulis adegan suspense.
Selamat membaca, Runner!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar