[Review] Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin - Tere Liye~
Palembang, 11 Agustus 2016
Judul : Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
Pengarang : Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 264 halaman
Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuh aku, adikku, dan Ibu dari kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. Memberikan makan, tempat berteduh, sekolah, dan janji masa depan yang lebih baik.
Dia sungguh bagai malaikat bagi keluarga kami. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan teladan tanpa mengharap budi sekalipun. Dan lihatlah, aku membalas itu semua dengan membiarkan mekar perasaan ini.
Ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat keluarga kami. Tak pantas. Maafkan aku, Ibu. Perasaan kagum, terpesona, atau entahlah itu muncul tak tertahankan. Bahkan sejak rambutku masih dikepang dua.
Sekarang ketika aku tahu dia boleh jadi tak pernah menganggapku lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri, biarlah... Biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun... daun yang tak pernah membenci angin meski harus terenggutkan dari tangkai pohonnya.
Tania tak pernah berencana untuk jatuh cinta dengan malaikat penolongnya. Dia tak pernah membayangkan akan memiliki kehidupan yang baik, dia bahkan tak pernah bermimpi bahwa suatu saat dia akan mampu menginjakkan kakinya bahkan bersekolah di Singapura, tapi semuanya berubah sejak pertemuannya dengan malaikat itu. Oom Danar, itulah panggilan yang dia dan adiknya berikan dulu, saat pertama kali mereka bertemu. Saat dirinya hanyalah gadis kecil berkepang dua, yang kakinya tertusuk paku payung saat mengamen di atas bus tanpa alas kaki. Seseorang itu telah sempurna mengubah hidupnya.
Lalu apakah salah ketika perlahan-lahan seiring berjalannya waktu mulai muncul perasaan aneh di dalam hatinya? Dari timbulnya perasaan senang saat Danar memujinya sebagai gadis yang cerdas, munculnya perasaan cemburu saat Kak Ratna -pacar Oom Danar- tiba-tiba mengambil alih posisinya, perasaan rindu saat dia harus melanjutkan studinya di Singapura. Bukankah wajar bagi seseorang untuk mengagumi orang yang telah berjasa banyak dalam hidupnya? Apalagi jika kau mendapati orang tersebut sebagai orang yang menyenangkan, memiliki senyum hangat yang menentramkan dan tatapan teduh yang penuh dengan kasih sayang. Apa salah bagi Tania untuk jatuh cinta kepada orang yang telah menemani, menguatkan, menghiburnya, disaat Ibunya tiba-tiba meninggalkan mereka tepat disaat mereka berpikir bahwa kehidupan mereka mulai membaik? Tania tak pernah meminta untuk dibuat jatuh cinta kepada malaikatnya. Hal itu terjadi begitu saja. Apakah salah baginya untuk mencintai seseorang?
Buncah melingkupi hati Tania saat Oom Danar nya memberikan liontin dengan inisial T dengan ukiran bunga linden sebagai kado ulang tahun ke-17 nya. Hal itu semakin memupuk harapan bahwa Oom Danar juga memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Tapi semua khayalan itu hancur berkeping-keping ketika tiba-tiba Kak Ratna mengumumkan rencana pernikahannya dengan sang malaikat.
Daun yang jatuh tak pernah membenci angin. Itu yang pernah diucapkan Danar dulu. Tapi ungkapan itu pula lah yang membuatnya merasa sangat sedih ketika akhirnya dia memahami makna dari kalimat tersebut. Dia ingin mengakui perasaannya kepada malaikat penolongnya. Tapi disaat bersamaan, dia tak mau menghancurkan kehidupan orang baik itu. Dia hanya bisa mencoba berdamai dengan dirinya sendiri. Meskipun hal itu sedikit banyak merubah dirinya, merubah sifat dan tabiatnya. Mengubahnya menjadi Tania yang tidak menyenangkan.
Lalu, apa yang harus dirasakan Tania ketika satu persatu potongan teka-teki itu terkuak? Apa yang harus dilakukannya saat dia akhirnya mengetahui rahasia besar yang telah lama disimpan malaikat penolongnya? Rahasia yang keberadaannya telah banyak menyakiti orang-orang yang terlibat di dalamnya? Apa yang harus dilakukannya terhadap sang malaikatnya?
===========================================
Oke, cukup dengan serius-seriusannya. Mau cerita pengalaman pas baca buku ini. Boleh?
Sebenernya mau beli nih buku udah dari lama. Tapi sayangnya, setiap ke toko buku, selalu ada buku lain yang lebih menarik buat dibeli. Jadiii. . .yah gitu.
Gaya penulisannya. . kalo saya pribadi sih sebenernya emang lebih suka novel yang bahasanya kayak gini. Apalagi disini kita seperti diposisikan sebagai Tania yang sedang mem-flashback memori masa lalunya sama Oom malaikat. And, the present Tania tell us all those story only in an hour and 17 minutes. Hmmm. .. keren banget kan? Gue bisa banget ngebayangin toko buku yang diceritain disini. Feel-nya nyampe banget lah sama pembaca. Tapi entah kenapa, saya butuh waktu sebulan lebih buat nyelesein baca novel yang satu ini. Dan setelah kelar baca, saya baru sadar. Novel ini kan ceritanya sedih banget yak? Dan otak saya gak terlalu suka memproses segala sesuatu yang menyedihkan. Jadi, pas baca kemaren tiap baru baca dikit trus kira-kira lanjutannya sedih, udahan. Gak kuat broooh. Menata hati dulu, baru dilanjutin. Terlalu menguras emosi. Bikin review gini aja keriput di dahi saya udah nambah beberapa garis.
Daun yang jatuh tak pernah membenci angin. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya.
Kalo kata Oom Danar sih gitu. Dan setelah saya pikir-pikir, kita hidup memang seperti selembar daun. Daun yang menempel pada sebatang ranting, atau cabang pohon. Ketika angin bertiup sekencang apapun, daun tidak akan jatuh ketika memang belum saatnya dia untuk jatuh. Namun ketika sang daun memang sudah seharusnya jatuh, bisikan lembut angin pun mampu membuatnya jatuh. Lalu, apa yang harus diperbuat daun? Tidak ada. Dia hanya bisa membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Gak mungkin kan daun pergi ke toko alat tulis, beli lem, merangkak ke atas pohon dan meminta dirinya untuk ditempel lagi di dahannya?
Sama seperti kita. Dalam hidup terkadang kita menemui takdir "kurang menyenangkan", yang memang tidak bisa kita ubah. Dan hal yang bisa kita lakukan hanyalah ikhlas dan menjalani apa yang memang sudah digariskan untuk kita. What can we do anyway? Bukan meminta kita untuk sepenuhnya pasrah sama apapun yang terjadi di hidup kita sih. Tapi, ketika kita sudah melakukan segala usaha yang kita bisa dan ternyata hasilnya tak berubah? Mau gimana lagi? Mau protes sama Allah? Enggak kan? Ikhlas. Meskipun terkadang susah..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar